Fakta-Fakta Tentang Tren Gaya Hidup Honjok (Seni Hidup Sendiri) A La Korea

Annyeonghaseyo, yeoreobun~
Pernakah kalian mendengar istilah honjok? Istilah yang mulai dikenal sekitar tahun 2017 ini adalah istilah yang relatif baru di Korea Selatan. Istilah ini berasal dari kata Hon (Honja) yang artinya sendiri, dan Jok yang artinya suku, secara harfiah honjok ini berarti suku penyendiri, namun istilah ini kemudian menjadi sebuah istilah popular yang digunakan untuk menamai tren gaya hidup anak muda Korea yang memilih atau memutuskan dengan sadar untuk hidup dan berkegiatan secara mandiri.
Di awal kemunculannya, istilah ini sempat menjadi topik kontroversial karena beberapa hal, diantaranya:
Berkebalikan dari budaya konvensional Korea yang bersifat komunal
Dianggap berkonotasi negatif karena sebelum istilah ini muncul, sendirian sering diartikan sebagai terasingkan oleh sekitar, atau terkucilkan.
Berkontribusi dalam meningkatnya jumlah warga negara Korea yang tinggal sendiri, yang selanjutnya juga berkontribusi pada meningkatkan penurunan angka kelahiran di Korea Selatan yang merupakan negara dengan jumlah kelahiran terendah di dunia. Pada tahun 2018 saja angka kelahiran di Korea hanya 0,98 yang berarti kurang dari 1 bayi dari tiap perempuan Korea lahir di tahun tersebut.
Mengapa Honjok Bisa Muncul?
Honjok muncul karena adanya keinginan masyarakat muda Korea untuk melepaskan diri dari beban bermasyarakat yang memang sudah berat, seperti peer pressure, ekspektasi orang tua dan masyarakat, juga patriarki yang sudah mengakar. Sebelum istilah yang awalnya dikenal lewat hashtag di sosial media ini muncul, sudah ada beberapa istilah yang digunakan sebagai bentuk pergerakan untuk melawan tekanan-tekanan yang dibebankan kepada seorang individu seperti gerakan kaum perempuan untuk tidak pulang saat Chuseok (Thanksgiving Korea) karena Chuseok sering dijadikan ajang untuk para kerabat mengajukan pertanyaan sensitif seperti, “sekarang kerja di mana?”, “berapa gajimu?”, “kapan kau akan menikah?”, Kurang lebih sama dengan momen lebaran di Indonesia. Selain itu, banyak perempuan yang menolak pulang saat Chuseok karena seringkali beban pekerjaan, mulai dari persiapan acara, hingga memasak, hanya dilakukan kaum perempuan. Saat chuseok, anak perempuan di dalam keluarga dicecar pertanyaan mengapa belum menikah dan masih pulang ke rumah orang tua, sedangkan perempuan yang sudah berumah tangga, dibebankan seluruh pekerjaan di rumah mertuanya. Untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan terkait sulitnya mencari pekerjaan, sulitnya mencari pasangan, dan tuntutan orang tua agar bisa sukses membuat anak muda Korea lebih memilih hidup memisahkan diri untuk mengurangi tekanan dari sekitar.
Upaya Menjaga Kesehatan Mental
Korea Selatan dikenal mempunyai jam kerja yang panjang, tercatat jam kerja di Korea Selatan lebih dari 50 jam per minggu, hal ini membuat banyak para pekerja yang merasa tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri. Karena hal itulah muncul orang-orang berkegiatan Honbab atau makan sendiri demi mengambil jarak dan memberi waktu untuk diri sendiri, selain itu ada juga istilah Honsool atau minum-minum sendiri demi mengurangi kepenatan sepulang kerja. Peer pressure atau tekanan teman sebaya dikatakan juga menyumbang peningkatan jumlah pelaku honjok di Korea Selatan, bergaul bersama teman-teman terutama apabila berbeda status dan kemampuan finansial, dengan menjadi pelaku honjok, orang-orang tersebut bisa terlepas dari keperluan untuk menyesuaikan diri dengan gaya hidup orang sekitarnya.
Sulitnya mencari pasangan hidup pun merupakan salah satu alasan dilakukannya honjok. Jam kerja yang panjang sehingga sulit mencari waktu luang untuk berkenalan dan mencari pasangan membuat pelaku honjok pindah rumah agar terhindar dari tekanan dari orang tua yang menyuruh untuk segera menikah. Selain itu, ada juga yang secara sadar memilih untuk tidak menikah karena biaya membeli rumah, biaya hidup dan biaya membesarkan serta menyekolahkan anak di Korea begitu mahal.
Sebelum istilah honjok muncul, ada istilah #NoMarriage yang lebih dahulu populer menjadi hashtag di sosial media terkait hal ini.
Sudah Sejauh Mana Honjok di Korea Selatan?
Jumlah orang Korea yang tercatat tinggal sendiri sudah mencapai 1/3 dari total jumlah keluarga. Hal ini diketahui dari banyaknya yang mendaftarkan kartu keluarga berisikan dirinya sendiri saja. Lebih jauh bahkan ada juga yang menikahi dirinya sendiri.
Semakin banyak pelaku honjok di Korea Selatan membuat para pelaku usaha mulai membidik para pelaku honjok sebagai target marketnya. Mulai bermunculan café dan restoran yang memang di setting untuk didatangi sendiri, banyak juga kegiatan terkait hobi yang kian ramah akan pelaku honjok yang bisa dimanfaatkannya untuk mengisi waktu dengan berkegiatan yang bermanfaat baik online maupun offline. Mulai banyak bermunculan makanan dan buah-buahan yang disediakan dalam porsi kecil yang belakangan penjualannya paling laku karena porsinya pas untuk orang yang hidup sendirian.
Filosofi Hidup Sendiri
Sebelum istilah ini muncul, banyak filsuf yang pernah menyinggung perihal kesendirian. Beberapa filsuf yang memperkenalkan filosofi ini ada Hannah Arendt, Jean-Paul Sarte, Soren Kiergeraard, dan Fredrich Nietzsche. Mereka berpendapat bahwa "manusia adalah makhluk tersendiri, tiba di dunia sendirian, melakukan pejalanan hidup sendirian, dan meninggalkan dunia sendirian.“ Bahkan Satre pernah mengatakan bahwa, “Jika kita kesepian saat sendirian, berarti kita ditemani oleh sosok yang tidak menyenangkan.”
Perbedaan Antara Kesepian dan Honjok
Lebih jauh terkait hal ini, ternyata kesepian dan memilih untuk sendirian itu berbeda, hal ini pun ditegaskan oleh komunitas honjok bahwa pelakunya bukanlah orang-orang kesepian yang dikucilkan di masyarakat namun mengambil arah hidup yang berbeda untuk bisa hidup dengan penuh makna serta melepaskan diri dari tekanan masyarakat (kususunya untuk menikah dan berkeluarga).
Kesepian merupakan suatu keadaan di mana kurangnya dukungan sosial dan keterhubungan yang didapat seseorang meskipun Ia berada bersama orang lain. Kurangnya dukungan yang dimaksud adalah seperti tidak adanya apresiasi dan dukungan akan hal yang dia capai atau berhasil lakukan. Seseorang yang berada bersama dengan orang lain di keramaian bisa saja merasa kesepian karena merasa hidupnya hampa. Kesepian adalah ruang hampa yang perlu diisi dengan hubungan, baik hubungan dengan diri sendiri maupun dengan orang lain di luar dirinya. Untuk bisa mengatasi kesepian kita perlu mulai memperbaiki hubungan dengan diri sendiri dengan meningkatkan self-awareness dan pengenalan diri, juga berupaya menjalin hubungan baik dengan orang lain. Sedangkan sendirian lebih berarti memilih secara aktif dan berkesadaran untuk hidup mandiri dan mendapat kebebasan untuk dapat memilih dan melakukan apa pun yang diinginkan dengan tetap terhubung dengan orang lain meskipun secara fisik tidak berdekatan.
Selain itu, perbedaan antara penyendiri dan honjok adalah, apabila penyendiri adalah secara agresif mengecam dan menghindari kontak dengan dengan orang lain, honjok lebih pada sendirian karena lebih menyukai hal itu, perbedaan lainnya adalah, apabila penyendiri merasa kesepian karena sendirian, para honjok menikmati waktunya dengan diri sendiri, selain itu apabila penyendiri tidak memiliki kepuasan karena menyembunyikan diri dan tidak berkembang, para pelaku honjok menggunakan momen kesendiriannya untuk mengembangkan diri dengan cara lebih jauh mengenal diri sendiri, melakukan hal-hal yang disukai dan fokus pada pemenuhan kebutuhan diri sendiri termasuk di dalam juga aktualisasi diri. Satu hal lagi yang krusial, apabila penyendiri tidak memiliki empati karena terputus dari lingkungan, honjok meningkatkan empati yang dilatihnya sebagai hasil dari perenungan diri sendiri.
Seorang guru besar sosiologi sekaligus juga Direktur Institute of Public Knowledge di New York University bernama Eric Klinenberg mengatakan bahwa hidup sendiri ini akan menjadi ciri abadi negara maju di masa kini.
Bagimana, yeoreobun? Setelah membaca paparan mengenai honjok di atas, apakah kamu tertarik untuk bergaya hidup honjok juga? Dan bagaimana menurutmu mengenai penerapan gaya hidup ini di Indonesia, apakah memungkinkan? Tulis opinimu di kolom komentar, ya.